Pernikahan adalah kata terakhir yang tertulis dalam kehidupan masa lajang seseorang. Di sinilah akhir dari segala hal yang bersifat kesendirian.
Usia pernikahan ‘ideal’ menurut UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan mensyaratkan perempuan minimal berusia 16 tahun dan laki-laki berusia 19 tahun pada saat menikah. Dan apabila kurang dari 21 tahun, harus mendapat ijin dari orang tua. Sementara, bila ‘terpaksa’ menikah di bawah batas usia minimal, maka harus mendapat dispensasi dari Pengadilan Negeri.
Sementara menurut agama (Islam), berikut beberapa ayat tentang pernikahan dari Al Quran dan Al Hadis :
* “Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. JIKA MEREKA MISKIN ALLAH AKAN MENGKAYAKAN MEREKA DENGAN KARUNIANYA. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya) dan Maha Mengetahui.” (QS. An Nuur (24) : 32).
* Bagi kalian Allah menciptakan pasangan-pasangan (istri-istri) dari jenis kalian sendiri, kemudian dari istri-istri kalian itu Dia ciptakan bagi kalian anak cucu keturunan, dan kepada kalian Dia berikan rezeki yang baik-baik (Qs. An Nahl (16) : 72).
* Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (Qs. Ar. Ruum (30) : 21).
* Rasulullah SAW bersabda: “Nikah itu sunnahku, barangsiapa yang tidak suka, bukan golonganku !”(HR. Ibnu Majah, dari Aisyah r.a.).
* Jika ada manusia belum hidup bersama pasangannya, berarti hidupnya akan timpang dan tidak berjalan sesuai dengan ketetapan Allah SWT dan orang yang menikah berarti melengkapi agamanya, sabda Rasulullah SAW: “Barangsiapa diberi Allah seorang istri yang sholihah, sesungguhnya telah ditolong separoh agamanya. Dan hendaklah bertaqwa kepada Allah separoh lainnya.” (HR. Baihaqi).
Dari kedua dasar hukum diatas, dapat diketahui bahwa menurut hukum negara batasan seseorang dianggap cukup dewasa untuk menjalani suatu pernikahan adalah 21 tahun. Sementara menurut hukum agama tidak dijelaskan secara rinci mengenai umur, hanya disebutkan layak menikah.
Menikah bukan hanya berarti menyatukan dua pribadi ke dalam suatu ikatan, akan tetapi juga berarti suatu keputusan besar mengenai hidup dan masa depan yang akan dilalui oleh pihak yang memilih keputusan tersebut. Ketika seseorang memutuskan untuk menikah, maka tentu ada konsekuensi yang harus diambil. “Bertambah hak maka berarti bertambah kewajiban”, rumus ini sudah paten dan tidak dapat diganggu gugat.
Dari uraian diatas dapat diartikan bahwa “kematangan” baik secara fisik, mental maupun finansial merupakan syarat mutlak untuk menempuh suatu bahtera pernikahan. Hal ini tentunya tidak memandang umur, karena tingkat kematangan seseorang tidak ditentukan oleh umur, tapi dari cara berpikir dan kemauan untuk dan menyikapi komitmen, kecuali kematangan fisik. Kematangan fisik (akil baligh) seseorang ditandai dengan mimpi basah pada pria sementara pada wanita ditandai dengan menstruasi. Keduanya biasanya dialami seseorang pada usia diatas 10 tahun. Syarat lainnya adalah kematangan dari sisi finansial. Pernikahan membutuhkan uang untuk membayar pengeluaran rumah tangga, apalagi jika sudah memiliki anak. Jika sudah mampu, hal ini menjadi salah satu tanda kedewasaan seseorang dan kesiapan untuk menikah. Telah disebutkan pula dalam Al Quran dan Al Hadis bahwa masalah rezeki adalah urusan Allah SWT, manusia hanya perlu berusaha untuk mendapatkan rezeki-Nya. Dengan menikah, maka sempurnalah agamanya dan Allah SWT akan mengkayakannya dengan rezeki-Nya.
Menikah muda memang bukan tanpa masalah. Apalagi kalau bukan karena ego masing-masing yang masih tinggi. Emosi yang masih meledak-ledak, yang kadangkala merusak pikiran jernih dan akal sehat. Usia yang sering over ekspresi. Namun jika fase-fase itu telah terlewati, dan kedua belah pihak terus berusaha memperbaiki diri dengan tetap berpegang teguh pada komitmen, maka semua itu akan dapat dilewati dengan baik.
Menikah muda memiliki keuntungan yaitu usia 20-an adalah usia yang full of energy. Baik dari semangat maupun tenaga. Maka tidak heran apabila kalangan medis menyebutkan bahwa usia terbaik untuk bereproduksi adalah pada usia 20-an. Pada usia ini, kemungkinan melahirkan anak yang sehat dan normal adalah paling besar. Diluar usia ini, kemungkinan anak lahir cacat, keguguran, dlsb lebih tinggi. Selain itu, kondisi ibu berada pada usia yang paling prima untuk hamil dan melahirkan. Sehingga berbagai macam komplikasi yang terjadi selama kehamilan maupun persalinan bisa diminimalkan.
Harus diingat pula bahwa masa muda tidak akan datang dua kali. Dengan menikah muda, diharapkan ketika memiliki anak, usia orangtua tidak akan terpaut jauh dengan usia anak, yang diharapkan akan menambah kedekatan dengan anak sekaligus meminimalisir/mengurangi gap antar generasi. Selain itu dengan memiliki anak pada usia muda, tentunya planning untuk masa depan baik untuk orangtua maupun anak dapat lebih terencana. Pada usia tua, idealnya adalah melepas anak untuk mandiri atau bahkan menimang cucu, bukan bekerja keras untuk anak yang masih sekolah/kuliah.
Selain itu, dengan hadirnya anak-anak, banyak sekali hikmah yang didapat. Seperti kesabaran yang lebih terasah, motivasi untuk mencari nafkah lebih tinggi, lebih punya rasa tanggung jawab, dan masih banyak lainnya, yang tentunya hal-hal tersebut tidak akan didapat dalam kondisi seseorang masih lajang.
Tapi tentunya keputusan untuk menikah muda kembali lagi ke pribadi masing-masing. Yang harus diingat adalah, semakin bertambah hak anda maka berarti semakin bertambah pula kewajiban anda…
Jumat, 23 Juli 2010
Langganan:
Postingan (Atom)